Pada post ini, akan dibahas mengenai artikel yang berjudul "Transitions to sustainability: a change of thinking in food system chain" oleh C. Clare Hinrichs.
Pada arikel tersebut, penulis membahas bagaimana pentinngya menggabungkan praktik baru untuk menuju transisi yang sifatnya keberlanjutan. Hal ini didasari oleh kekhawatiran peneliti bahwa transisi-transisi yang ada dalam berbagai bidang, termasuk transisi dalam rantai nilai pangan dapat menjadi tidak terkontrol, bila tidak dikelola dengan baik.
Kata transisi sendiri berasal dari bahasa latin “transire” yang berarti to go across.
Transisi sendiri terjadi dalam berbagai bidang. Contohnya transisi ekonomi, dari pasar yang bersifat sentral, ke pasar yang sifatnya lebih bebas. Kemudian, transisi nutrisi, di mana bisa kita lihat pola makan yang berubah, pergeseran konsumsi makanan segar ke siap makan atau olahan. Transisi-transisi tersebut dapat disebabkan oleh karena adanya perubahan gaya hidup, urbanisasi, kemajuan teknologi, globalisasi, dan sebagainya.
Transisi sendiri terjadi dalam berbagai bidang. Contohnya transisi ekonomi, dari pasar yang bersifat sentral, ke pasar yang sifatnya lebih bebas. Kemudian, transisi nutrisi, di mana bisa kita lihat pola makan yang berubah, pergeseran konsumsi makanan segar ke siap makan atau olahan. Transisi-transisi tersebut dapat disebabkan oleh karena adanya perubahan gaya hidup, urbanisasi, kemajuan teknologi, globalisasi, dan sebagainya.
Dikarenakan transisi terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, maka menjadi penting untuk melibatkan dan mempertimbangkan bidang-bidang lainnya dalam melakukan kajian dan antisipasi transisi yang terjadi dalam bidang tertentu. Sehingga, transisi yang terjadi merupakan transisi yang berkelanjutan.
Contohnya saja kasus transisi dalam rantai nilai pangan, yaitu kecenderungan perubahan pola makan yang bergeser ke makanan olahan. Transisi tersebut disebabkan karena urbanisasi, kemajuan teknologi pendistribusian dan pengolahan pangan, serta berkembangnya ritel modern di berbagai negara. Bisa kita lihat bahwa transisi tersebut, disebabkan karena adanya transisi bidang-bidang lain, seperti sosial, teknologi, energi, dan ekonomi (menuju pasar yan lebih bebas). Hal tersebut menunjukkan bahwa transisi dalam satu bidang, dipengaruhi juga oleh transisi bidang-bidang lain. Dalam hal ini, pentingya kajian yang bersifat interdisciplinary semakin ditekankan. Sehingga, transisi yang terjadi benar-benar dapat dikontrol secara baik, dengan mempertimbangkan faktor secara menyeluruh.
Selain pentingnya faktor interdisciplinary, dalam mengontrol transisi dan mengupayakan transisi yang bersifat keberlanjutan, diperlukan juga peran serta dari berbagai stakeholder atau pemangku kepentingan. Dalam transisi pangan, stakeholder yang ada adalah pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Pemerintah berperan dalam mengarahkan dan membuat kebijakan. Kemudian, kebijakan tersebut diberlakukan baik untuk pelaku usaha pangan maupun masyarakat secara luas. Oleh karena itu, peran masyarakat dan pelaku usaha dibutuhkan dalam menghadapi transisi, salah satunya adalah dengan menaati serta turut mengawasi penerapan kebijakan yang telah dibuat.
Dalam menghadapi transisi, konsep manajemen transisi dibutuhkan. Ini karena transisi yang ada sifatnya harus diperkenalkan terlebih dahulu, disebarkan, dan kemudian distabilkan. Manajemen membantu sistem yang ada menjadi stabil dan bersifat keberlanjutan.
Dalam menghadapi transisi, konsep manajemen transisi dibutuhkan. Ini karena transisi yang ada sifatnya harus diperkenalkan terlebih dahulu, disebarkan, dan kemudian distabilkan. Manajemen membantu sistem yang ada menjadi stabil dan bersifat keberlanjutan.
Contoh yang menerapkan transisi dalam bidang pangan yang bersifat keberlanjutan di Indonesia adalah Great Giant Food.
Comments
Post a Comment