Skip to main content

Emerging Gluten-Free Trend in Canada & Science Behind It

Sumber: https://www.medicalnewstoday.com

Pola makan gluten-free menjadi tren di berbagai negara terutama di negara berpenghasilan tinggi. Orang-orang beramai-ramai meninggikan pola makan gluten-free sebagai pola makan yang lebih sehat, dibandingkan dengan pola makan ber-gluten. Tetapi, apakah pola makan gluten-free ini benar-benar lebih sehat, sesuai dengan image yang beredar? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar tren gluten-free, CBC Marketplace melakukan survei kecil untuk menilik tren gluten-free di Kanada.

Namun akan lebih baik bila kita mengetahui terlebih dahulu mengenai gluten.

Apa itu gluten? Gluten merupakan kompleks protein glutein dan gliadin yang berperan dalam pembentukkan tekstur, yang mana glutein berperan pada keelastisan dan gliadin berperan pada kekokohan. Kandungan gluten ini dapat ditemui pada serealia gandum, barley, dan rye. Kandungan gluten inilah yang berperan pada pembentukkan tekstur elastis dan dapat memerangkap udara dari adonan berbahan dasar terigu, yang merupakan bahan dasar pembuatan produk bakeri, mie, dsb.
  
Lalu, sebenarnya kenapa produk gluten-free diproduksi?
Makanan gluten-free diproduksi sebenarnya untuk mengakomodasi kebutuhan para penderita Celiac Disease. Celiac disease merupakan kelainan genetik sistem imun manusia, yang menyebabkan reaksi autoimun terhadap senyawa gluten. Sistem imun dari para penderita celiac disease akan merusak sel-sel usus halus bila penderia mengonsumsi makanan mengandung gluten. Jadi, para penderita celiac disease memang harus menghindari diet yang mengandung gluten selama hidupnya.

Namun, tren gluten-free diet ini bahkan telah menjamah ke masyarakat yang tidak menderita penyakit celiac disease. Di Kanada, tercatat sebanyak 35.000 orang penderita celiac disease, namun yang menerapkan gaya hidup gluten-free sebanyak 4 juta orang. Berdasarkan wawancara dan pengkajian CBC Marketplace ditemui bahwa pengetahuan tentang senyawa gluten masih rendah. Contohnya saja masih ada yang menyamakan gluten sebagai komponen setara gula, lemak, pati maupun komponen tidak sehat dan penyumbang kalori yang besar.

Banyak perusahaan pangan yang memanfaatkan dan turut mempromosikan tren pola makan gluten-free ini. Contohnya melalui promosi produk dengan selebriti-selebriti, menyatakan bahwa pola makan gluten-free dapat membuat seseorang menjadi lebih bahagia, sehat, dan berenergi. Branding produk gluten-free yang demikian membuat masyarakat bukan penderita celiac disease ikut-ikutan untuk mengonsumsi makanan gluten-free. Produk gluten-free dianggap menjadi produk yang memberikan solusi kesehatan secara praktis dan setara dengan super food (yang merupakan branding produk dari Udi's, salah satu produsen produk makanan gluten-free). Lebih lucunya lagi, karena perkara tren tersebut, muncul produk shampoo gluten-free yang bahkan sangat tidak relevan untuk penderita celiac disease

Lalu, apakah benar makanan gluten-free lebih sehat dibandingkan dengan makanan mengandung gluten. Perbandingan antara kedua jenis makanan tersebut memberikan hasil yang ternyata berbeda dengan bias yang ada. Produk gluten-free cenderung memiliki kandungan kalori, garam, gula, dan lemak yang tinggi serta rendah vitamin B, zat besi, dan serat. Tingginya kandungan lemak pada produk gluten-free disebabkan penambahan shortening untuk menggantikan peran gluten dan memperbaiki cita rasa tekstur. Sementara, kandungan vitamin B dan besi yang rendah dikarenakan produk gluten-free dalam pembuatannya umumnya menggunakan pati olahan. Sehingga, dari segi gizi, tidak ditemukan keunggulan dan bahkan cenderng inferior dibandingkan produk ber-gluten pada umumnya.

Selain klaim kesehatan, produk gluten-free juga dipasarkan sebagai produk yang tidak memiliki kerugian apapun bila pula dikonsumsi oleh masyarakat umum. Padahal dengan menerapkan pola hidup gluten-free yang sebenarnya tidak perlu, seseorang dari segi ekonomi melakukan pengeluaran berlebih untuk produk gluten-free yang mahal, serta dari segi convenience, seseorang menjadi lebih repot untuk mencari produk gluten-free yang lebih jarang dan sulit ditemui. 



Terdapat juga pendapat bahwa produk gluten-free dapat meredakan hingga mencegah gejala ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) dan autisme. Namun, belum ada bukti ilmiah yang membuktikan bahwa gluten memacu gejala ADHD dan autisme.

Jadi, masih mau mengikuti gaya hidup gluten-free bagi yang bukan penderita celiac disease?

Video tentang tren gluten-free oleh CBC Marketplace dapat diakses dari link ini.

Comments

Popular posts from this blog

Fermentasi dalam Pembuatan Wine

Fermentasi adalah salah satu cara pemrosesan bahan pangan dengan memanfaatkan mikroorganisme (bakteri atau jamur) atau enzim yang dihasilkan oeh mikroorganisme. Contoh penerapan dari fermentasi yang memanfaatkan mikroorganisme, yaitu pada pembuatan wine. Wine Wine bisa dibuat dari beberapa bahan dasar, terutama buah-buahan , seperti anggur, berry-berry-an bahkan pisang. Red wine and White wine Wine dengan bahan dasar anggur terdiri dari 2 jenis, wine merah ( red wine)  dan wine putih ( white wine ).  Red wine  terbuat dari anggur merah, sedangkan white wine   terbuat dari anggur putih. Sumber :  http://www.millfieldwines.com/red-or-white-making-the-right-decision/ Cara pembuatan wine dari anggur Pembuatan wine dengan bahan dasar anggur memanfaatkan yeast atau ragi  Saccharomyces cerevisiae . Berikut adalah tahapan dalam pembuatan wine. 1. Anggur dihancurkan hingga terbentuk jus. 2. Menambahkan gula dan yeast ke dalam jus. Yeast atau ra...

Pameran Produk Mahasiswa Universitas Surya

Pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2018, mahasiswa  Nutrition and Food Technology  Universitas Surya mengadakan pameran produk hasil tugas mata kuliah Keterampilan Manajemen.  Kunjungan ke display produk dodol durian "Dolan" Terdapat total 13 produk makanan yang dipamerkan, yaitu: Abon Ikan "Bon Bon" Permen Cokelat "Chocoday" Dodol Durian "Dolan" Telur Gabus Manis "Gaju" Enting-Enting Gepuk "Genting" Kastengel "Kaasstle" Nastar "Nastahhh" Opak Singkong "Oppa" Ampyang "Palmnotte" Emping Melinjo "Ping-O" Sambal Tempe Kering "Satempe" Sumpia "Tiga Saudara" Wajik "Wadjiek"

Potential Solutions to Global Food Crisis

Krisis pangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam mengakses, memperoleh, atau membeli makanan. Salah satu sumber utama dari krisis pangan yang terjadi di dunia adalah adanya ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah penduduk dengan usaha untuk tentap menjaga ketersedian pangan sekaligus pelestarian lingkungan beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Masalah pertumbuhan jumlah manusia yang pesat juga diperparah dengan terjadinya kelangkaan air bersih, erosi/kerusakan tanah, dan perubahan iklim. Masalah-masalah tersebut kian memacu problema krisis pangan global. Fraser, dkk. dalam artikel jurnal yang berjudul "Biotechnology or Organic? Extensive or Intensive? Global or Local? A Critical Review of Potential Pathways to Resolve the Global Food Crisis" mengkaji berbagai perspektif dalam menyelesaikan isu krisis pangan beserta opini yang saling bertolak belakang terkait perspetif tersebut. Menurut Fraser, dkk., krisis pangan dapat disebabkan oleh dua hal: ...