Pada post ini, saya akan menjabarkan informasi yang saya peroleh setelah mendengar beberapa presentasi dalam rangka tugas mata kuliah Peraturan Pangan dan Perlindungan Konsumen.
Peraturan Penggunaan BTP
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) di Indonesia diatur dalam Permenkes no 033 tahun 2012. BTP merupakan bahan yang bukan secara alami ada dalam bahan pangan, namun ditambahkan dan tidak dikonsumsi secara langsung.
Kenapa ada BTP yang dilarang penggunaannya?
Karena BTP sifatnya terakumulasi di dalam tubuh, sehingga memberikan efek negatif bagi tubuh manusia dalam jangka panjang.
Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985 merupakan peraturaan di Indonesia yang meregulasi BTP pewarna yang dilarang penggunaanya (pewarna tekstil).
Contoh BTP yang dilarang penggunaannya namun sering dipakai adalah:
1. Rhodamine B (penyalahgunaan sebagai pewarna)
2. Asam borat dan senyawa turunannya (penyalahgunaan sebagai pengawet)
3. Formalin (penyalahgunaan sebagai pengawet)
Sanksi yang diberlakukan bagi pelanggar regulasi terkait BTP:
Denda, sanksi pidana, penarikan barang, penarikan izin edar, dsb.
Regulasi Indonesia terkait Pangan Halal
Halal berasal dari bahasa Arab, memiliki arti diperbolehkan. Halal memiliki arti segala objek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan dalam agama Islam. Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara lain (Malaysia) yang memberlakukan regulasi halal.
Yang tergolong tidak halal: kotoran, babi, darah, hewan amfibi, bangkai, dan sebagainya.
Pengajuan dan pendaftaran sertifikasi halal di Indonesia dilakukan ke Kementrian Agama, yaitu melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). BPOM membantu dalam pengawasan.
Bila tidak ada perubahan formulasi, audit halal paling sesuai dilakukan dalam kurun 2 tahun sekali. Ini karena proses audit dapat berlangsung 3 minggu. Sehingga bila terlalu sering menjadi kurang baik bagi efektivitas kerja perusahaan. Selain itu juga membutuhkan sumber daya manusia yang banyak bila audit dilakukan dalam kurun waktu lebih singkat.
Kehalalan juga dapat menjadi aspek dalam pemotongan hewan ternak. Pemotongan hewan ternak yang halal dilakukan dengan pembacaan doa sebelum pemotongan serta pelaksanaan pemotongan yang tidak menyakiti dan menyiksa hewan tersebut. Untuk hewan ternak impor, agar produk daging dapat memperoleh sertifikasi halal, dibutuhkan pengawas internal perusahaan yang bisa melakukan audit dan memastikan pelaksanaan pemotongan hewan ternak yang halal.
Sekian bahasan dalam post ini. Semoga dapat bermanfaat. Sampai jumpa di post berikutnya! :D
Comments
Post a Comment