Sejarah
Pembahasan sejarah pembentukkan regulasi terkait dengan ketenagakerjaan ini akan terbagi ke dalam empat masa, yaitu: orde lama, orde baru, reformasi, dan masa kini. Berikut merupakan jabarannya:
A. Orde Lama
Pada zaman orde lama, terdapat dua undang-undang terkait ketenagakerjaan yang berlaku:
1. UU Nomor 33 Tahun 1947 mengenai Keselamatan di tempat kerja
2. UU Nomor 12 Tahun 1948 mengenai Perlindungan buruh
Pada UU ini, bahasan regulasi yang ada mencakup:
- Jam kerja 40 jam seminggu
- 6 hari seminggu
- Cuti haid dan melahirkan
- Fasilitas perumahan
- Pelarangan anak di bawah 14 tahun sebagai pekerja
3. UU Nomor 23 Tahun 1948 mengenai Pengawasan perburuhan
B. Orde Baru
1. UU Nomor 3 Tahun 1992 mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pada UU ini, dibahas mengenai usaha pemeliharaan kesehatan, hari tua, kematian, kecelakaan kerja
2. UU Nomor 25 Tahun 1997
C. Reformasi
Adanya gerakan penolakan UU Nomor 25 Tahun 1997
Yang menjadi dasar penolakan UU tersebut adalah:
- Belum adanya jaminan atas kerja
- Kebebasan berorganisasi dan mogok
- Belum adanya lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan
Adanya tuntutan tersebut membuat kembalinya penggunaan UU yang berlaku pada masa orde lama selama 5 tahun sebelum akhirnya dibentuk UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
D. Masa kini
1. UU Nomor 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja/Buruh
2. UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan
3. UU Nomor 2 Tahun 2004 mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
4. UU Nomor 39 Tahun 2004 mengenai Perlindungan dan Pembinaan TKI di Luar Negeri
Tenaga kerja didefiniskan sebagai setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Didasarkan pada UUD 1945 pasal 27 ayat 2, yaitu tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
Isi UU Nomor 13 Tahun 2003
Berikut akan dibahas mengenai isi dari UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Pokok-pokok bahasan beserta uraiannya meliputi:
1. Pelatihan kerja
* Perseorangan juga dimungkinkan dapat menyelenggarakan pelatihan kerja selama memenuhi persyaratan sebagai lembaga pelatihan kerja
* Lembaga pelatihan diakui dengan akreditasi
* Pemberikan sertifikat ke peserta pelatihan
* Penyelenggara program pelatihan yang melaksanakan program pemagangan di luar Indonesia wajib memperoleh izin dari Menteri, sehingga penyelenggara program pelatihan yang melaksanakan program pemagangan dari perusahaan cabang ke perusahaan induk di luar negeri tidak diperlukan izin khusus.
2. Penempatan Kerja
* Ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan syarat dalam permintaan kerja
* Syarat-syarat perjanjian kerja:
- Rekruitmen dan seleksi dilakukan secara terbuka, bebas, objektif, adil, tanpa diskriminasi
- Jaminan penyediaan akomodasi, transport, konsumsi layak
- Penempatan sesuai dengan jabatan yan diminta
- Peluasan kesempatan kerja
- Mengatur pekerjaan yang dapat dilakukan TKA untuk menjamin bagian kesempatan kerja bagi WNI
* Pemberi kerja ke TKA harus memiliki izin menteri
Yaitu berupa Izin Memperkerjakan TKA (IMTA). Izin ini dibuat oleh menteri tenaga kerja dan transmigrasi dan diberikan ke pemberi kerja, bukan TKA. TKA tidak diperbolehkan bekerja secara mandiri. Namun, IMTA kini diganti oleh dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Asing (RPTKA). Izin RPTKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh Pemberi Kerja TKA untuk jangka waktu tertentu, sebagai izin untuk mempekerjakan TKA.
* Pertimbangan memperkerjakan TKA dari aspek manfaat dan keamanan
* Penggunaan TKA sementara selama WNI tidak dapat mengisi pekerjaan tsb
* Harus ada pendamping WNI untuk TKA
Hal ini penting untuk transfer ilmu dari TKA ke WNI. Sehingga bila tugas TKA selesai, bisa digantikan oleh pendamping tersebut.
* Jabatan kunci terkait pengelolaan SDM (rekruitmen, penyelesaian perselisihan) tidak boleh diisi oleh TKA
3. Hubungan Kerja
* Sebaiknya perjanjian kerja secara tertulis
Bila tidak ada, perlu membuat surat pengangkatan berisi kepastian hukum terkait hak, syarat pekerja. Surat pengangkatan dan perjanjian kerja menjadi tanggung jawab pengusaha.
* PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
Dibuat untuk 2 tahun, dengan perpanjangan 1 tahun maksimal. Dapat diperbaharui maksimal 1 kali selama 2 tahun. Pengajuan perpanjangan maksimal 7 hari setelah kontrak berakhir. Pengajuan pembaharuan maksimal 30 hari setelah kontrak berakhir.
* Syarat:
- Pekerjaan sekali selesai/sementara
- Tidak berlangsung lama, maksimal 3 tahun
- Musiman
- Untuk pekerjaan terkait produk/kegiatan baru
* Waktu kerja
- 7 jam per hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
- 8 jam 1 per hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
* Waktu kerja lebih harus diberikan uang lembur
Maksimal 3 jam/hari dan 14 jam/minggu
* Waktu kerja umur 15-18 tahun adalah maksimal 3 jam/hari
Syarat: tidak boleh menyebabkan gangguan secara fisik amupun psikis
4. Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan
* 4 program BPJS Ketenagakerjaan
- Jaminan Kecelakaan Kerja
- Jaminan Hari Tua
- Jaminan Pensium
- Jaminan Kesehatan
* Kewajiban membayar dari pihak:
- Pemberi kerja
+ Kecelakaan kerja: 0.24% - 1.74 % (Lampiran UU 44 thn 2015)
+ Kematian: 0,3%
+ Hari tua 3,7%
+ Pensiun 2%
- Pekerja
+ Hari tua: 2%
+ Pensiun: 1%
* Peraturan perusahaan untuk minimal karyawan 10 orang
* Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dibuat agar tidak terjadi syarat-syarat kerja yang berbeda antar pekerja. Syarat-syarat tersebut harus dikehendaki oleh mayoritas (lebih dari 50%) yang dapat dicapai melalui satu serikat pekerja di perusahaan, satu serikat pekerja yang tidak mayoritas tetapi mendapat dukungan dari pekerja di perusahaan lain melalui pemungutan suara, dan koalisi dari beberapa serikat pekerja.
5. Pemutusan Hubungan Kerja
Penyelesaian di pengadilan hubungan industrial
6. Pengawasan
Comments
Post a Comment