Skip to main content

Pemanis Buatan - Sakarin

Karakteristik

Sakarin merupakan senyawa pemanis sintetis yang sudah ditemukan sejak lama, yaitu pada tahun 1878. Sakarin tidak mengalami metabolisme dalam tubuh manusia. Senyawa ini hanya melewati saluran pencernaan manusia dan tidak memberikan nilai kalori. Mayoritas sakarin diserap melalui saluran pencernaan manusia dan dieksresikan melalui urin.

Sakarin secara komersial tersedia dalam tiga bentuk, yaitu acid saccharin, sodium saccharin, dan calcium saccharin. Sakarin memiliki tingkat kemanisan 200 hingga 800 kali dari sukrosa, bergantung dengan konsentrasi sakarin yang digunakan. Penggunaan sakarin secara komersial sering dijumpai karena harganya yang relatif murah dan memiliki tingkat kemanisan yang intens.

Sakarin yang paling sering digunakan dari ketiga bentuk yang ada adalah sodium saccharine. Hal ini dikarenakan sakarin tipe ini tergolong ke dalam sakarin dengan tingkat stabilitas dan solubilitas yang tinggi, serta unggul secara ekonomis. Kestabilan sodium saccharin ini membuat tidak diperlukannya penyesuaian khusus oleh produsen pangan pada saat penambahan sakarin untuk menjaga estetika rasanya. Sodium saccharin tidak menunjukkan dekomposisi setelah penyimpanan jangka panjang dan stabil pada larutan dengan range pH yang luas. Rasa sakarin tidak berubah pada pemanasan larutan pH 3,3-8,0 suhu 150 selama 1 jam.

Sodium saccharine memiliki rumus kimia C7H4NO3SNa.2H2O dan berat molekul sebesar 241,20 gram/mol. Titik leleh senyawa ini adalah pada suhu di atas 300 °C, dengan kelarutan 100 gram/100 gram air pada suhu 20 °C.

Aplikasi

Penggunaan sakarin pada konsentrasi tinggi dapat menimbulkan aftertaste yang pahit, sehingga penggunaannya biasa digabung dengan senyawa pemanis lain, seperti aspartam. Substitusi ion natrium pada sakarin menjadi kalsium memberikan rasa manis yang sama, namun dengan tingkat kepahitan yang lebih rendah. Tingkat kepahitan juga dapat dikurangi melalui penggunaan masking agent, seperti krim tartar atau dekstrosa.

Penggunaan sakarin sangatlah luas, yaitu digunakan pada bidang makanan dan minuman, kosmetik, dan farmasi. Pada produk pangan, sakarin sering dimanfaatkan pada berbagai produk, meliputi:
  • Soft drinks, jus buah, hingga minuman dalam bentuk dry-mix
  • Pemanis meja dalam bentuk tablet, bubuk, atau cairan
  • Buah-buahan yang telah mengelami pemrosesa
  • Confections
  • Permen karet
  • Saus dan dressings
  • Selai buah

ADI Sakarin

Batas penggunaan sakarin diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 04 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis. Nilai ADI untu sakarin berdasarkan regulasi tersebut adalah maksimum sebesar 5 mg/kg BB/hari. Sementara, batas maksimum penggunaan sakarin berbeda-beda bergantung kepada jenis atau kategori pangannya.

Dulu, sakarin merupakan BTP yang penggolongannya dikategorikan kepada kategori GRAS (Generally Recognized as Safe). Namun, pada tahun 1972, muncul beberapa penelitian terkait dengan risiko karsinogenik senyawa sakarin terhadap kandung kemih. Studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan pada pemberian dosis tinggi jangka sakarin ke tikus jantan, tikus tersebut terpapar penyakit kanker kandung kemih. Pada tahun 1977, USFDA kemudian mengumumkan larangan penggunaan sakarin sementara, yang mana pada saat itu, sakarin merupakan satu-satunya pemanis berkalori rendah yang ada. Seiring dengan pelarangan sementara tersebut, peneliti terus menguji risiko sakarin bagi kesehatan. Peneliti kemudian menemukan fakta baru bahwa sakarin hanya menyebabkan kanker kandung kemih pada tikus jantan, dan hanya terjadi pada konsumsi dosis tinggi, yaitu setara dengan mengonsumsi ratusan makanan yang menggunakan pemanis sakarin setiap hari sepanjang hidup manusia. Selain itu, sakarin bersifat spesifik menyebabkan kanker kandung kemih pada tikus jantan dan bersifat tidak relevan terhadap manusia. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sistem fisiologis kandung kemih antara tikus dan manusia, yaitu tikus memiliki osmolaritas yang lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan pembentukkan presipitat kristal kalsium fosfat pada kandung kemih dan dieksresikan pada urin. Kristal inilah yang merusak jaringan epitelium pada kandung kemih tikus dan menjadi faktor penyebab kanker.

Comments

Popular posts from this blog

Fermentasi dalam Pembuatan Wine

Fermentasi adalah salah satu cara pemrosesan bahan pangan dengan memanfaatkan mikroorganisme (bakteri atau jamur) atau enzim yang dihasilkan oeh mikroorganisme. Contoh penerapan dari fermentasi yang memanfaatkan mikroorganisme, yaitu pada pembuatan wine. Wine Wine bisa dibuat dari beberapa bahan dasar, terutama buah-buahan , seperti anggur, berry-berry-an bahkan pisang. Red wine and White wine Wine dengan bahan dasar anggur terdiri dari 2 jenis, wine merah ( red wine)  dan wine putih ( white wine ).  Red wine  terbuat dari anggur merah, sedangkan white wine   terbuat dari anggur putih. Sumber :  http://www.millfieldwines.com/red-or-white-making-the-right-decision/ Cara pembuatan wine dari anggur Pembuatan wine dengan bahan dasar anggur memanfaatkan yeast atau ragi  Saccharomyces cerevisiae . Berikut adalah tahapan dalam pembuatan wine. 1. Anggur dihancurkan hingga terbentuk jus. 2. Menambahkan gula dan yeast ke dalam jus. Yeast atau ra...

Pameran Produk Mahasiswa Universitas Surya

Pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2018, mahasiswa  Nutrition and Food Technology  Universitas Surya mengadakan pameran produk hasil tugas mata kuliah Keterampilan Manajemen.  Kunjungan ke display produk dodol durian "Dolan" Terdapat total 13 produk makanan yang dipamerkan, yaitu: Abon Ikan "Bon Bon" Permen Cokelat "Chocoday" Dodol Durian "Dolan" Telur Gabus Manis "Gaju" Enting-Enting Gepuk "Genting" Kastengel "Kaasstle" Nastar "Nastahhh" Opak Singkong "Oppa" Ampyang "Palmnotte" Emping Melinjo "Ping-O" Sambal Tempe Kering "Satempe" Sumpia "Tiga Saudara" Wajik "Wadjiek"

Potential Solutions to Global Food Crisis

Krisis pangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam mengakses, memperoleh, atau membeli makanan. Salah satu sumber utama dari krisis pangan yang terjadi di dunia adalah adanya ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah penduduk dengan usaha untuk tentap menjaga ketersedian pangan sekaligus pelestarian lingkungan beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Masalah pertumbuhan jumlah manusia yang pesat juga diperparah dengan terjadinya kelangkaan air bersih, erosi/kerusakan tanah, dan perubahan iklim. Masalah-masalah tersebut kian memacu problema krisis pangan global. Fraser, dkk. dalam artikel jurnal yang berjudul "Biotechnology or Organic? Extensive or Intensive? Global or Local? A Critical Review of Potential Pathways to Resolve the Global Food Crisis" mengkaji berbagai perspektif dalam menyelesaikan isu krisis pangan beserta opini yang saling bertolak belakang terkait perspetif tersebut. Menurut Fraser, dkk., krisis pangan dapat disebabkan oleh dua hal: ...