Skip to main content

Tiga Perspektif Ketahanan Pangan Yang Berkelanjutan

Sumber : https://bryanmmathers.com

Latar Belakang
1. Masalah pangan menjadi obsesi global
2. Jmlah penduduk yang terus bertambah
3. Peningkatan produksi pangan menyebabkan gas rumah kaca meningkat
4. Distribusi tidak merata

Perspektif 1 - Efisiensi
Pro
Meningkatkan produktivitas akan menimbulkan land sparring (jumlah lahan sama dengan hasil lebih banyak)

Kontra
- Menimbulkan food waste yang tinggi
- Adanya rebound effect:
1. Adanya peningkatan emisi di sektor lain
Contoh: produksi industri lebih besar karena bahan baku banyak. Sehingga, terjadi kenaikan emisi dari bidang industri
2. Penggunaan lahan
Semakin banyak bahan baku, semakin banyak wilayah industri pengolahan yang dibutuhkan. Sehingga penambahan penggunaan lahan muncul untuk kebutuhan industri.

- Kurang memperhatikan kualitas nutrisi, dimensi food security lain (akses, utilitas, dan stabilitas)

Perspektif 2 - Demand Restraint
Fokus
- Pola konsumsi konsumen
- Menganggap lebih baik konsumsi pangan nabati daripada hewani

Didasarkan pada anggapan bahwa
1. Teknologi dapat merusak
2. Harus adanya batas lingkungan absolut: batasan antara alam dengan pertanian
3. Humans out of nature: alam akan lebih baik bila tidak disentuh manusia

Penekanan masalah : distribusi pangan yang adil

Pro
1. Menuju efisiensi
Konsumsi biji/tumbuhan langsung lebih efisien daripada konsumsi ternak yang perlu sumber makanan berupa biji/tumbuhan

Kontra
1. Segi positif nutrisi dan kontribusi lingkungan diabaikan
2. Tidak menjelaskan bagaimana perilaku dapat diubah
3. Tidak ada batas minimum konsumsi yang harus dicapai

Perspektif 3 - Food system transformation
- Produksi dan konsumsi merupakan suatu sistem pangan yang saling berhubungan satu sama lain.
- Ketahanan pangan bukan hanya masalah dari supply, tetapi juga adanya dimensi lain seperti aksesibilitas, affordability, utilitas, dan stabilitas pangan.

Penerapan Life Cycle Assessment (LCA) untuk analisis dampak dari suatu sistem pangan masih sulit. Ini karena pengukuran LCA yang sifatnya sederhana. Sedangkan, sistem pangan sendiri merupakan interaksi berbagai komponen sehingga bersifat kompleks. LCA sendiri hanya melihat dampak terhadap lingkungan dan tidak memperhatikan dampak ke segi sosial, ekonomi, maupun aspek kehidupan lain.

Bagaimana di Indonesia?
Berdasarkan yang bisa diamati, dapa terlihat bahwa fokus negara Indonesia berada pada perskpektif pertama, yaitu efisiensi untuk meningkatkan produktivitas hasil pangan. Kalangan menengah ke atas sering membeli produk-produk impor. Indonesia juga masih menghasilkan banyak food waste. Padahal di satu sisi masih banyak masyarakat yang belum dapat mencukupi kebutuhan pangannya.

Comments

Popular posts from this blog

Fermentasi dalam Pembuatan Wine

Fermentasi adalah salah satu cara pemrosesan bahan pangan dengan memanfaatkan mikroorganisme (bakteri atau jamur) atau enzim yang dihasilkan oeh mikroorganisme. Contoh penerapan dari fermentasi yang memanfaatkan mikroorganisme, yaitu pada pembuatan wine. Wine Wine bisa dibuat dari beberapa bahan dasar, terutama buah-buahan , seperti anggur, berry-berry-an bahkan pisang. Red wine and White wine Wine dengan bahan dasar anggur terdiri dari 2 jenis, wine merah ( red wine)  dan wine putih ( white wine ).  Red wine  terbuat dari anggur merah, sedangkan white wine   terbuat dari anggur putih. Sumber :  http://www.millfieldwines.com/red-or-white-making-the-right-decision/ Cara pembuatan wine dari anggur Pembuatan wine dengan bahan dasar anggur memanfaatkan yeast atau ragi  Saccharomyces cerevisiae . Berikut adalah tahapan dalam pembuatan wine. 1. Anggur dihancurkan hingga terbentuk jus. 2. Menambahkan gula dan yeast ke dalam jus. Yeast atau ra...

Pameran Produk Mahasiswa Universitas Surya

Pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2018, mahasiswa  Nutrition and Food Technology  Universitas Surya mengadakan pameran produk hasil tugas mata kuliah Keterampilan Manajemen.  Kunjungan ke display produk dodol durian "Dolan" Terdapat total 13 produk makanan yang dipamerkan, yaitu: Abon Ikan "Bon Bon" Permen Cokelat "Chocoday" Dodol Durian "Dolan" Telur Gabus Manis "Gaju" Enting-Enting Gepuk "Genting" Kastengel "Kaasstle" Nastar "Nastahhh" Opak Singkong "Oppa" Ampyang "Palmnotte" Emping Melinjo "Ping-O" Sambal Tempe Kering "Satempe" Sumpia "Tiga Saudara" Wajik "Wadjiek"

Potential Solutions to Global Food Crisis

Krisis pangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam mengakses, memperoleh, atau membeli makanan. Salah satu sumber utama dari krisis pangan yang terjadi di dunia adalah adanya ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah penduduk dengan usaha untuk tentap menjaga ketersedian pangan sekaligus pelestarian lingkungan beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Masalah pertumbuhan jumlah manusia yang pesat juga diperparah dengan terjadinya kelangkaan air bersih, erosi/kerusakan tanah, dan perubahan iklim. Masalah-masalah tersebut kian memacu problema krisis pangan global. Fraser, dkk. dalam artikel jurnal yang berjudul "Biotechnology or Organic? Extensive or Intensive? Global or Local? A Critical Review of Potential Pathways to Resolve the Global Food Crisis" mengkaji berbagai perspektif dalam menyelesaikan isu krisis pangan beserta opini yang saling bertolak belakang terkait perspetif tersebut. Menurut Fraser, dkk., krisis pangan dapat disebabkan oleh dua hal: ...