Skip to main content

Pengawetan

Pengawetan adalah salah satu tahapan dalam pemrosesan makanan dimana pengawetan ini dilakukan untuk memperpanjang umur makanan. Fokus utama dalam melakukan pengawetan adalah agar makanan bisa bertahan lebih lama dengan tetap menjaga mutu dari bahan pangan itu. 
Proses pengawetan dapat dilakukan dengan dua cara.
  • Proses pengawetan dengan suhu tinggi
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah salah satu usaha pengawetan pada suhu tinggi dimana pasteurisasi dilakukan dengan hanya membunuh mikroorganisme patogen (penyebab penyakit). Jadi, pada proses pasteurisasi, masih ada mikroorganisme yang hidup. Pasteurisasi dilakukan pada rentang suhu 60-105°C
Mesin Pasteurisasi
Sumber : http://www.comacgroup.com/ShowImage.ashx?file=2062&k=mnlhBM
Tujuan dari proses pasteurisasi terbagi menjadi dua, yaitu.
    • Tujuan utama : Membunuh mikroorganisme patogen (phatogens microorganisms) yang ada pada makanan sehingga aman untuk dikonsumsi 
    • Tujuan tambahan : Membunuh mikroorganisme pembusuk (spoilage microorganisms)
Pada proses pasteurisasi diusahakan untuk tetap menjaga produk pangan dari perubahan kondisi makanan baik dari segi nutrisi maupun kualitas sensorisnya, yang biasanya terjadi ketika makanan diproses pada suhu tinggi.
Pasteurisasi bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu.
    • Pasteurisasi yang dilakukan pada makanan yang sudah dikemas dalam kemasan yang steril
    • Pasteurisasi yang dilakukan pada makanan sebelum proses pengemasan. Setelah pasteurisasi, makanan baru dikemas dalam kemasan yang steril. 

Sterilisasi 
Dalam sterilisasi, semua jenis mikroorganisme yang hidup dalam suatu produk dibunuh, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan (mikroorganisme patogen dan mikroorganisme pembusuk). Teknik sterilisasi banyak diterapkan pada pemrosesan sarden dan buah-buahan yang dikalengkan. Teknik sterilisasi ini dilakukan dalam rangka untuk mencapai hal-hal berikut.
    • Agar produk pangan tidak mudah membusuk
    • Aman untuk dikonsumsi dan bebas dari racun
    • Tidak mengubah bentuk kemasan
    • Menjaga nama baik perusahaan
Mesin Sterilisasi
Sumber : http://www.jbtfoodtech.com/en/Solutions/Equipment/Sterilizers/SWS-Static-Batch-Retorts/Solutions

Teknik sterilisasi digunakan ketika bahan pangan yang diproduksi dituntut untuk bisa bertahan pada jangka waktu yang lama, terutama pada bahan pangan yang akan didistribusikan ke jarak yang jauh. Karena itu, pada sterilisasi, tidak hanya mikroorganisme patogen saja yang dimatikan, tetapi juga mikroorganisme pembusuk (spoilage microorganisms). Tetapi, untuk membunuh semua mikroorganisme yang ada dalam suatu bahan pangan biasanya harus menggunakan suhu yang sangat tinggi (>105°C). Pemanasan dengan suhu tinggi ini biasanya berpotensi merusak kandungan gizi dan kualitas sensoris dalam suatu makanan. Masalah ini sudah bisa dipecahkan dengan teknik sterilisasi UHT. UHT (Ultra High Temperature) adalah sterilisasi yang dilakukan pada suhu 135-150°C tetapi dengan rentang waktu yang cepat (hitungan detik). Berbeda dengan teknik sterilisasi biasa yang dipanaskan pada suhu 105-120°C, tetapi dalam waktu yang lebih lama, yaitu 10-30 menit.


Contoh penerapan proses pengawetan dengan suhu tinggi.
Susu
Pada suhu, proses pengawetan dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung dari apa yang ingin dicapai. Proses pengawetan suhu tinggi pada susu dapat diterapkan dengan tiga cara, yaitu.
1. Pasteurisasi
Pasteurisasi dilakukan untuk susu yang tidak perlu tahan dalam waktu yang lama dan tidak didistribusikan ke jarak yang jauh.
Nilai positif : Tidak terjadi kerusakan pada susu, baik dari segi nutrisi maupun kualitas sensorisnya.
Nilai negatif : Susu tidak bisa bertahan lama karena masih ada mikroorganisme yang hidup.

Diagram Proses Pasteurisasi
Sumber : http://www.wikipedy.com/interesting_facts_about_louis_pasteur_the_process_of_pasteurization.htm

2. Sterilisasi biasa
Sterilisasi pada susu dilakukan untuk susu yang akan didistribusikan pada jarak yang jauh dan butuh waktu ketahahan yang lama.
Nilai positif  : Susu bisa tahan dalam waktu yang lama sehingga aman untuk didistribusikan ke daerah-daerah jarak jauh.
Nilai negatif : Kualitas nutrisi dan sensoris susu menurun. 

3. UHT (Ultra High Temperature) Short Time
UHTST mirip dengan sterilisasi biasa, bedanya suhu yang digunakan lebih tinggi, tetapi dengan waktu lebih singkat. Dengan adanya teknik UHTST ini, masalah pada sterilisasi biasa bisa diatasi dengan meminimalisasi kerusakan kualitas gizi dan sensorisnya. 

Pengemasan susu yang aseptik
Pengemasan aseptik dilakukan guna menjaga kondisi produk tetap terjaga sterilisasinya. Ternyata, umtuk menjaga kesterilannya, susu juga dikemas di dalam kemasan aseptik ini, yaitu kemasan karton yang sering kita lihat. Tetapi, kemasan karton ini tidak hanya dari bahan karton saja, tetapi terdiri dari beberapa lapisan yang menjaga susu dari paparan cahaya, lingkungan yang lembab, dan mikroorganisme.
Shelf safe carton 
Terdiri dai 6 lapisan untuk menjaga susu dalam kondisi steril.

Produk yang sudah dikemas dalam kemasan ini tidak perlu lagi disimpan di dalam kulkas.
Kemasan ini adalah kembangan dari Perusahaan Tetrapak.

Sumber : http://www.tetrapak.com/packaging/materials
Perbedaan Karton biasa dengan Shelf safe carton 
Sumber : http://www.mygoldbox.ca/?m=201301
  • Proses pengawetan suhu rendah 
Pada pemrosesan suhu rendah, mikroba-mikroba yang ada tidak mati tetapi mikroba dalam kondisi tidur atau inaktif. Masalah pada penerapan pengawetan pada suhu rendah adalah ketika bahan pangan kembali pada suhu normal atau ruangan, mikroba-mikroba tersebut akan aktif kembali.

Sumber :
- Online book Rahman, M Saiful. (1999). Handbook of Food Preservation. CRC Press (with link below)
   https://books.google.co.id/books?id=vus1aZ1 sCkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false
- http://foodreview.co.id/foodnews/index1.php?viewffk&id=306

http://www.milkunleashed.com/shelf-safe-milk/aseptic-packaging-uht-milk.html

Comments

Popular posts from this blog

Fermentasi dalam Pembuatan Wine

Fermentasi adalah salah satu cara pemrosesan bahan pangan dengan memanfaatkan mikroorganisme (bakteri atau jamur) atau enzim yang dihasilkan oeh mikroorganisme. Contoh penerapan dari fermentasi yang memanfaatkan mikroorganisme, yaitu pada pembuatan wine. Wine Wine bisa dibuat dari beberapa bahan dasar, terutama buah-buahan , seperti anggur, berry-berry-an bahkan pisang. Red wine and White wine Wine dengan bahan dasar anggur terdiri dari 2 jenis, wine merah ( red wine)  dan wine putih ( white wine ).  Red wine  terbuat dari anggur merah, sedangkan white wine   terbuat dari anggur putih. Sumber :  http://www.millfieldwines.com/red-or-white-making-the-right-decision/ Cara pembuatan wine dari anggur Pembuatan wine dengan bahan dasar anggur memanfaatkan yeast atau ragi  Saccharomyces cerevisiae . Berikut adalah tahapan dalam pembuatan wine. 1. Anggur dihancurkan hingga terbentuk jus. 2. Menambahkan gula dan yeast ke dalam jus. Yeast atau ra...

Pameran Produk Mahasiswa Universitas Surya

Pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2018, mahasiswa  Nutrition and Food Technology  Universitas Surya mengadakan pameran produk hasil tugas mata kuliah Keterampilan Manajemen.  Kunjungan ke display produk dodol durian "Dolan" Terdapat total 13 produk makanan yang dipamerkan, yaitu: Abon Ikan "Bon Bon" Permen Cokelat "Chocoday" Dodol Durian "Dolan" Telur Gabus Manis "Gaju" Enting-Enting Gepuk "Genting" Kastengel "Kaasstle" Nastar "Nastahhh" Opak Singkong "Oppa" Ampyang "Palmnotte" Emping Melinjo "Ping-O" Sambal Tempe Kering "Satempe" Sumpia "Tiga Saudara" Wajik "Wadjiek"

Potential Solutions to Global Food Crisis

Krisis pangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam mengakses, memperoleh, atau membeli makanan. Salah satu sumber utama dari krisis pangan yang terjadi di dunia adalah adanya ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah penduduk dengan usaha untuk tentap menjaga ketersedian pangan sekaligus pelestarian lingkungan beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Masalah pertumbuhan jumlah manusia yang pesat juga diperparah dengan terjadinya kelangkaan air bersih, erosi/kerusakan tanah, dan perubahan iklim. Masalah-masalah tersebut kian memacu problema krisis pangan global. Fraser, dkk. dalam artikel jurnal yang berjudul "Biotechnology or Organic? Extensive or Intensive? Global or Local? A Critical Review of Potential Pathways to Resolve the Global Food Crisis" mengkaji berbagai perspektif dalam menyelesaikan isu krisis pangan beserta opini yang saling bertolak belakang terkait perspetif tersebut. Menurut Fraser, dkk., krisis pangan dapat disebabkan oleh dua hal: ...